Gaya selingkung adalah gaya khas yang diterapkan oleh sebuah penerbit untuk menampilkan terbitannya. Gaya selingkung dalam sebuah penerbitan distandardisasi dalam bentuk buku yang biasa disebut buku gaya selingkung (house style book). Buku gaya ini kemudian menjadi rujukan bagi para editor, penulis/pengarang, dan staf pracetak.
Beruntunglah negara seperti Malaysia memiliki buku panduan gaya selingkung penerbitan (house style book) yang diterbitkan oleh Dewan bahasa dan Pustaka Malaysia. Buku yang berjudul Gaya Dewan itu sangat komprehensif sehingga dapat dijadikan rujukan penerbit-penerbit buku di Malaysia. Dengan demikian, penerbit buku di Malaysia tidak perlu bersusah payah menerbitakan buku gaya sendiri.
Bagaimana dengan Indonesia? Belum ada buku gaya selingkung yang dapat dijadikan rujukan secara nasional bagi penerbit buku di Indonesia. Sebenernya ada dua lembaga yang berkompeten membuat buku semacam ini, yaitu Pusat Perbukuan Depdiknas dan Pusat Bahasa Depdiknas. Namun, pada kenyataannya dua lembaga tersebut tidak menyusunnya. Alhasil, banyak penerbit yang bertumpu dalam gaya penerbitannya semata kepada kamus semacam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jelas, KBBI bukanlah buku gaya selingkung meskipun di dalamnya terkandung aturan tata bahasa dan beberapa lampiran yang dapat dijadikan bahan rujukan.
Penerbit Islam di Indonesia masih agak jengah mengikuti penulisan kata baku di KBBI, seperti kata salat yang lebih sering ditulis shalat dan Alquran yang lebih sering ditulis Al-Quran atau Al-Qur’an. Begitupun istilah-istilah lainnya sehingga banyak penerbit islam yang membuat daftar istilah sendiri sebagai gaya selingkung.
Dalam aktivitas copyediting, pentingnya gaya selingkung ini adalah dalam hal aturan ejaan, tata bahasa, tanda baca, penggunaan huruf kapital dan huruf miring, penomoran, singkatan, dan akronim, serta peristilahan. Untuk saat ini, para copyeditor dapat merujuk ke KBBI dan juga pedoman EYD serta Kamus dan Senarai Kata Serapan (misalnya, terbitan Penerbit Kompas yang disusun oleh Jus Badudu). Buku lain yang dapat dijadikan rujukan, yaitu Buku Pintar Penyuntingan Naskah karya Pamusuk Eneste terbitan Gramedia dan Buku Pintar Penerbitan Buku karya Tim Grasindo terbitan Grasindo.
Jadi, buku referensi gaya seperti disebutkan tadi akan sangat membantu copyeditor untuk segera mengambil keputusan perubahan maupun perbaikan. Karena itu, ketetapan akan gaya selingkung yang diterapkan harus ada. Jika dimungkinkan, sebaiknya secara tim para staf editorial menyusun buku gaya selingkung. Jika ketetapan tidak ada, akan sangat sulit mengambil keputusan ketika penulis/pengarang menulis naskah dengan gaya yang berbeda.
Karena itu, profesionalitas sebuah penerbitan juga dapat dilihat dari penerapan gaya selingkung atau adanya buku pedoman gaya selingkung. Editor yang andal dan cakap mampu menyusun buku gaya selingkung penerbitan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik penerbit, studi atas kasus-kasus editorial, dan standardisasi alur kerja.
Adakalanya penggunaan istilah dalam suatu naskah harus diberi catatan khusus, apalagi jika dilakukan berulang dan hal tersebut berbeda dengan apa yang terdapat di dalam pedoman gaya selingkung atau juga belum terakomodasi. Selain itu, terkadang sebuah naskah mengandung begitu banyak kekeliruan. Di sinilah editor memerlukan kertas gaya (style sheet).
Kertas gaya dapat digunakan dalam editing naskah baru untuk mengantisipasi informasi atau istilah-istilah yang belum diakomodasi oleh buku gaya selingkung (style book) dan peringatan untuk pembetulan kekeliruan. Dalam kertas gaya ditetapkan penggunaan istilah untuk nama, tempat, waktu, dan kata.
Kertas gaya ini memang sangat diperlukan contohnya ketika Anda mengedit naskah materi agama Islam. Tahun seperti 22 H. Atau 21 H. perlu dicatat. Nama seperti Umar bin Khattab dan Umar ibnu Khaththab perlu ditetapkan. Istilah qolbu dan kalbu perlu ditulis konsisten, begitupun nama tempat seperti Yordania atau Jordania; Mekkah atau Makkah.
Gaya Selingkung pada Karya Ilmiah
Penulisan karya ilmiah tidak jauh berbeda dengan menulis pada umumnya. Langkah pertama untuk memulai menulis adalah mengikuti tahap atau langkah-langkah yang sudah kita buat untuk mencapai sasaran, demi sasaran yang dibahas dalam tulisan. Dalam kedisiplinan untuk mengikuti waktu jadwal ini sangat penting dalam penyelesaian tulisan tepat pada wakttunya. Untuk memperoleh topik yang diinginkan sesuai dengan tujuan penelitian maka hal-hal yang patut dipertimbangkan pada saat memilih topik untuk tulisan ini adalah:
- Menentukan masalah;
- Mengidentifikasi pembaca dan;
- Menentukan cakupan materi tulisan.
Mengidentifikasi pembaca karya ilmiah setelah diperoleh permasalahan dan topik yang defensif untuk dikembangkan lebih lanjut langkah berikutnya yang harus kita lakukan pada tahap percobaan penulisan adalah mengidentifikasi calon pembaca tulisan, salah satu tulisan yang efektif adalah membantu pembacanya menjadi sesuatu yang dinilai dan diuraikan di dalam paparan tulisan. Kewajiban seorang penulis karya ilmiah di sini adalah memuaskan kebutuhan pembacanya akan informasi yaitu dengan cara menyampaikan pesan yang ditulisnya agar mudah dipahami oleh pembacanya.
Tujuan pengumpulan informasi pada penulisan karya ilmiah adalah untuk menjelaskan sesuatu, pada umumnya sesuatu yang rumit. Tulisan karya ilmiah yang dibuat tidak dapat dikarang begitu saja karena hasil tulisannya harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu pada umumnya penulis akan mencari dan mengumpulkan data informasi dan bahkan tulisan yang dibutuhkan berkaitan dengan kegiatan penulisannya tersebut.
Karya Ilmiah dapat dibedakan berdasarkan tujuan penulisannya di antaranya, makalah untuk keperluan bahan seminar, workshop, artikel dimuat pada majalah, tulisan sebagai suport program S1, bagi program D3/D4 dengan istilah Tugas Ilmiah. Tesis untuk kesarjanaan S2, dan Disertasi untuk pendidikan S3. Secara umum abstrak dapat diartikan sebagai versi mini dari sebuah karya ilmiah, abstrak selalu diletakkan pada bagian depan sebuah karya ilmiah. Menurut Houng Houngton (1975), abstrak dapat didefinisikan sebagai rangkuman informasi yang terdapat dalam sebuah dokumen, Berapa jumlah benyaknya kata (200 sampai 300) hal ini tergantung pada gaya selingkung universitas yang bersangkutan.
Sumber:
Eli Syarifah Aeni, M.Hum. (2016). Edit-Linguistik Mahir menyunting Naskah. Bandung:Media Cendekia Muslim.
353 thoughts on “Mengenal Gaya Selingkung dalam Dunia Editor”
Comments are closed.