Sekelumit tentang Partikel Lah, Kah, Tah, dan Pun

Kita mungkin tidak menyadarinya saat membaca, tetapi ketika diminta menulis sendiri, seringkali jari kita berhenti di tengah-tengah saat harus menulis empat kata berikut: lah, tah, kah, pun. Tata cara penulisannya yang kadang dipisah atau disambung dengan kata selanjutnya bisa membuat kita bingung mana yang benar. Kemudian, muncul sejumlah pertanyaan: apa sebenarnya fungsi dari kata-kata partikel tersebut? Kapan dan di mana saja kita bisa menggunakannya?

Untuk menjawabnya, kita bisa berangkat dari pengertian dasar dari kata partikel. Kata partikel memiliki kelas yang terpisah dengan kata lain dan tidak bisa berdiri sendiri, alias sangat bergantung pada kata yang mendahuluinya untuk memiliki makna. Ditilik dari fungsinya, partikel (yang juga biasa disebut kata tugas) terdiri dari lima jenis: preposisi, konjungsi, interjeksi, kata sandang, dan penegas.

Pada kesempatan kali ini, artikel ini akan secara khusus membahas partikel penegas yang terdiri dari lah, kah, tah, dan pun.

 

1. Lah

Partikel lah lazim digunakan dalam kalimat deklaratif (pernyataan) dan kalimat perintah. Tergantung konteks, partikel ini bisa memperhalus suatu kalimat, tetapi bisa juga memberikan penegasan atau penekanan. Dalam contoh kalimat berikut, misalnya:

  1. “Kejarlah mimpimu setinggi mungkin, Tin.” kata Mak Tatik seraya membelai kepala anaknya.
  2. Mulailah membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar hidupmu lebih tertata.
  3. Tidak usah berlutut begitu.

 

Kalimat-kalimat di atas adalah suruhan, Jika kita menghilangkan partikel lah dari kalimat-kalimat di atas (“Berdiri. Tidak usah berlutut begitu.” misalnya), kesan yang kita dapatkan saat membacanya akan terasa jauh lebih kasar. Dalam hal ini, partikel lah berfungsi sebagai penghalus.

Dalam kasus lain, perhatikan contoh di bawah ini:

  1. Kamulah yang menghancurkan hidupku!
  2. Memang akulah yang memecahkan vas itu, lalu?
  3. Dialah yang mendirikan sekolah untuk anak-anak desa miskin ini.

 

Di situ, terasa jelas bahwa partikel lah memberikan penekanan atau penegasan peran pada kata di depannya. Bandingkan dengan jika kita menghilangkan partikel lah (“Dia yang mendirikan sekolah untuk anak-anak desa miskin ini,” misalnya.) kesan yang didapatkan dari kalimat itu akan menjadi ‘kering’ dan kurang membangun suasana.

 

2. Kah

Secara umum, partikel kah banyak termuat dalam kalimat tanya. Penulisannya bisa dipisah atau disambung tergantung fungsi dan penggunaannya, seperti yang akan kita bahas berikut ini:

 

a. Mengubah Kalimat Pernyataan menjadi Pertanyaan

Dengan partikel kah, kita bisa mengubah susunan sebuah kalimat informasi menjadi kalimat tanya. Partikel kah yang diletakkan setelah kata benda atau keterangan dalam kasus ini penulisannya harus dipisah, misalnya:

  1. Pemilik rumah di atas gunung itu yang menampung para penyusup ini. à Pemilik rumah di atas gunung itu kah yang menampung para TKI ini?
  2. Andini yang menampar Susi kemarin. à Andini kah yang menampar Susi kemarin?
  3. Rumah-rumah di tepian pantai itu hancur karena ombak. à Ombak kah yang menghancurkan rumah-rumah di tepian pantai itu?
  4. dan seterusnya.

 

b. Memberi Penegasan pada Kalimat Tanya

Dengan partikel kah, kita juga tidak harus menggunakan kata tanya untuk menanyakan sesuatu. Pemberian partikel kah setelah kata keterangan harus ditulis sambung, misalnya:

  1. Sudahkah kau menutup pintu kandang bebek sebelum tidur, Mar?
  2. Benarkah apa yang Simbok katakan itu?
  3. Bukankah dia orang yang kalian cari selama ini?

 

c. Memperhalus Sebuah Kalimat Tanya

Dalam konteks penulisan (terutama penulisan kreatif), tidak jarang kita dituntut untuk menggunakan kata yang lebih baku atau halus. Fungsinya adalah untuk menunjukkan kesopanan atau kesan hormat dalam membuat surat-surat, pidato, atau berbincang dengan orang yang lebih dihormati. Kalimat “Apakah Anda bersedia membantu saya?”, misalnya, jelas lebih lembut di telinga daripada “Apa Anda bersedia membantu saya?”. Contoh-contoh lainnya meliputi:

  1. Siapakah pemilik dompet ini, Tuan?
  2. Bagaimanakah keadaan Nyonya Johanssen sekarang?
  3. Kapankah orang yang Anda maksud tiba di stasiun Gambir?

 

3. Tah

Partikel tah digunakan untuk memberikan perintah atau pertanyaan semu, alias retoris (tidak benar-benar memerlukan jawaban). Penggunaannya semakin jarang dewasa ini, tetapi kita akan masih sering menemukannya dalam sastra-sastra Indonesia lama. Misalnya:

  1. “Apatah artinya semua harta ini jika kita tidak memiliki anak, Din,” tutur Haji Salim.
  2. Manatah janji-janji yang kau ocehkan dulu itu, hai penipu?

 

4. Pun

Ketika kita berniat untuk memberikan penegasan pada sebuah kalimat, partikel pun bisa dipilih. Cara penulisannya adalah dipisah dengan kata pendahulunya, kecuali jika dipasangkan dengan dua belas kata yang dianggap padu: adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun. Misalnya:

  1. Demi kamu, mati pun aku mau.
  2. Mendengar suara itu, aku pun membuka pintu.
  3. Anjing pun butuh disayang, apalagi pacarmu.

 

Penggunaan partikel yang tepat akan menambah daya tarik tulisan kita dan memudahkan proses transfer gagasan kita kepada pembaca. Jadi, setelah membaca ulasan kami kali ini, jangan sampai salah pakai partikel lagi. Selamat menulis.