Masa Lalu sebagai Bahasa Melayu
Bahasa Indonesia yang kita kenal dan kita gunakan sekarang sejatinya adalah varian Bahasa Melayu, sebuah jenis bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang dipergunakan sebagai lingua franca di Indonesia, sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Penyebaran Bahasa Melayu hingga perlahan berubah sebagai Bahasa Indonesia dapat dikatakan berkat berjayanya Kerajaan Sriwijaya yang dimana telah menggunakan Bahasa Melayu Kuno sebagai bahasa sehari-hari.
Di zaman Sriwijaya, Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa kebudayaan – yakni bahasa yang digunakan dalam interaksi antar-suku di Nusantara. Bahasa Melayu juga digunakan sebagai bahasa perdagangan, baik digunakan oleh pedagang yang datang dari dalam atau luar Nusantara.
Hingga pada abad ke-15, mulai terbentuk Bahasa Melayu Klasik yang digunakan oleh Kesultanan Malaka, dimana perkembangan bahasa ini disebut sebagai Bahasa Melayu Tinggi. Penggunaan bahasa terbatas hanya di kalangan keluarga kerajaan, yakni sekitar Sumatra, Jawa dan Semenanjung Malaya.
Lebih lanjut, pertumbuhan serta perkembangan Bahasa Melayu semakin terlihat jelas dari peninggalan-peninggalan Kerajaan Islam yang banyak ditemukan oleh ilmuwan, mulai dari batu bertulis – tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Minye Tujan, Nangroe Aceh Darussalam berangka tahun 1380 M, hingga tulisan-tulisan sastra abad ke-16 dan ke-17, seperti tulisan hikayat Raja-Raja Pasai, syair milik Hamzah Fansuri, hingga tulisan milik Bustanussalatin dan Tajussalatin.
Selain pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu dapat tersebar hingga pelosok Nusantara juga campur tangan dari persebaran Agama Islam di Nusantara. Para sunan, habib dan orang-orang yang berjasa menyebarkan Islam menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa dakwah karena mudah dimengerti dan mudah diterima oleh masyarakat. Dimana pada saat itu, Bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antar-pulau, antar-suku, antar-pedagang, antar-bangsa, hingga antar-kerajaan.
Terdapat beberapa Bahasa Arab yang kemudian diadaptasi masuk ke Bahasa Melayu,di abad ke-12. Contohnya seperti kitab, kursi, masjid, selamat, dan kertas. Sedangkan kata-kata Parsi yang ikut terbawa adalah dewan, saudagar, cambuk, tamasya, dan anggur.
Kedatangan pedagang Portugi, Belanda, Spanyol dan Inggris menambah luasnya kosakata dengan kata-kata untuk keseharian rakyat Eropa. Contohnya adalah bolu, gereja, sepatu, jendela, dan bola.Sedangkan Bahasa Belanda memberi banyak pengaruh di bidang administrasi, kegiatan resmi (kemiliteran dan upacara) hingga teknologi awal abad ke-20. Contohnya knalpot, stempel, dan polisi.
Bahasa pedagang dari Cina juga menjadi bahasa pinjaman penutur Melayu dikarenakan tingginya interaksi antar dua budaya pada saat penjajahan Belanda. Bahasa Tionghoa yang menjadi kata serapan antara lain tahu, loteng, cukong, pisau dan teko.
Bahasa Melayu terdiri dari dua jenis, antara lain:
- Melayu Pasar, jenis Bahasa Melayu yang sangat fleksibel. Melayu Pasar sangat mudah dimengerti serta ekspresif, memiliki toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah dari berbagai bahasa.
- Melayu Tinggi, jenis Bahasa Melayu yang digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitaran Sumatra, Jawa dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasanya lebih sulit dan penggunaannya sangat halus, penuh sindiran dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Sejarah Bahasa Indonesia
Pemerintah Belanda membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat (BKR) di tahun 1908 karena terjadi perpecahan bentuk baku tulisan Bahasa Melayu antara Hindia yang mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dengan pihak pemerintah Belanda. Hingga pada Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa”.
684 thoughts on “Sejarah Bahasa Indonesia”
Comments are closed.