Penggunaan Tanda Petik dan Petik Tunggal

Sangat penting bagi kita untuk mengenali tata cara penulisan kalimat langsung. Kalimat yang diapit dengan dua tanda baca mirip daun telinga itu memberikan makna bahwa satu rangkaian kalimat sedang dikutip penuh-penuh dari pembicaranya, tanpa ditambah maupun dikurangi. Tetapi, masalah timbul ketika beberapa di antara kita mulai mengenali tanda baca pengapit lain yang bentuknya mirip, walau lebih ramping. Keduanya sama-sama digunakan secara berpasangan. Sudah benar kah cara kita mengenali atau menggunakannya?

Dilansir dari buku elektronik PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) yang diterbitkan pada tahun 2016 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, ada sejumlah kaidah yang mengatur tata cara penulisan kalimat langsung dan tanda-tanda baca yang seringkali kita temukan di dalamnya. Jika Anda berminat memperbaiki kualitas penulisan Anda, perhatikan paparan berikut:

 

1. Tanda Petik (“…”)

Tanda petik yang berbentuk daun telinga ganda ini memiliki tiga fungsi. Yang pertama, adalah untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Konteksnya adalah untuk menceritakan bahwa ada yang telah atau sedang mengatakan sesuatu, dan kita mengutipnya. Misalnya:

  1. Merdeka!seru Abidin sambil mengepalkan tinjunya di udara.
  2. Aku ingin bajuku selesai besok!perintah Bu Yatmi. Aku ingin mengenakannya untuk hajatan pernikahan adikku.
  3. Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan.”

 

Fungsi kedua dari tanda petik adalah untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Seperti yang bisa kita lihat pada kalimat berikut:

  1. Puisi “Aku” terdapat pada halaman pertama buku itu.
  2. Anak-anak, mari kita nyanyikan “Rayuan Pulau Kelapa”!
  3. OperetLaskar Pelangi” merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel.

 

Dan yang terakhir, tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Arti khusus di sini adalah penekanan pada kata-kata yang bersifat non-denotatif (bukan sebenarnya) dan tidak dikenal secara luas oleh masyarakat pada umumnya. Sebagai catatan, ketika sebuah kata atau frasa bertanda kutip berada di buntut kalimat, penulisan tanda kutip penutup harus sebelum tanda baca. Misalnya:

  1. Saking mematikannya, penyakit sifilis juga biasa disebut “Si Raja Singa”. — Memberikan penekanan bahwa istilah itu, tentu saja, tidak merujuk pada hewan sungguhan, melainkan sebuah nama lain atau julukan.
  2. “Tetikuskomputer ini sudah tidak berfungsi. – Memberikan penekanan pada benda yang menyerupai tikus, tetapi bukan, yakni perangkat keras berupa mouse.
  3. Dilarang memberikan amplopkepada petugas! – Memberikan penekanan makna pada satu amplop yang menjadi rahasia umum di antara sebagian kalangan, yakni sogokan.

 

2. Tanda Petik Tunggal (‘…’)

Sedikit mirip dengan tanda petik di atas, beberapa penulis rentan menyamakan penggunaannya tanpa memerhatikan konteks penggunaan. Padahal menurut kaidah, tanda petik tunggal hanya memiliki dua fungsi. Yang pertama adalah untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain agar tidak terjadi kerancuan bentuk kalimat. Misalnya:

  1. Tanya prajurit yang ketakutan itu, “Kau dengar bunyi ‘dor-dor’ tadi?”
  2. “Kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang!’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
  3. “Kita bangga karena lagu ‘Indonesia Raya’ berkumandang di arena olimpiade itu,” kata Ketua KONI.

 

Fungsi lainnya, tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan.  Fungsinya untuk memberikan penekanan atau penjelasan lebih lanjut dari suatu susunan frasa. Penggunaan dalam kalimat contohnya:

  1. Mata Ardinia mengalami kerusakan di bagian retina ‘dinding mata sebelah dalam’.
  2. Anak itu memang ‘panjang tangan’, siapa saja yang pernah duduk bersebelahan dengan dia pasti kehilangan barang atau uang.
  3. Ketika Najwa mulai dinas di Wamena, ibunya menelepon satu minggu sekali agar dibelikan noken tas khas Papua
  4. Terlalu banyak money politics politik uangbermain di kementrian itu.

 

Secara umum, kita dapat menyimpulkan bahwa tanda petik tunggal tidak seharusnya digunakan untuk mengapit kalimat langsung atau judul sebuah karya apapun. Dan, gunakan petik tunggal ketika kita menuliskan kutipan dalam kutipan, juga istilah penjelas dan ungkapan. Mudah, bukan?

Selamat berkarya!